TEMPAYAN RETAK
19.53 |
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar. Masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak. Sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak.
Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan yg retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidak-sempurnaannya, dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannnya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?"
"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi." kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak. Dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan. Dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan. Dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan si sisimu, tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu. Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu, dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu. Dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."
PESAN MORAL :
Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri.
Kita semua adalah tempayan retak.
Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias-Nya.
Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma.
Jangan takut akan kekuranganmu.
Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan.
Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.
============================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi. Yogyakarta: Idea Press. Volume 1. Hal. 149-151. ISBN 978-6028-686-402.
Read User's Comments0
SEGITIGA CINTA
19.51 |
Pilih: Semua, Telah Dibaca, Tak Satu Pun
06 Januari jam 0:50 | TERUSLAH MENGETUK Teruslah Mengetuk Ketika Kolonel Harland Sanders pensiun pada usia 65, ia t... |
30 Desember 2010 | SEGITIGA CINTA Segitiga Cinta Artikel ini bagus banget untuk jadi bahan renungan setiap or... |
23 Desember 2010 | TETAP SETIA Tetap Setia Mungkin kisah yang terjadi di kota Amman, Jordania, tergolong l... |
09 Desember 2010 | TEMPAYAN RETAK Tempayan Retak Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar. Masing-masin... |
24 Oktober 2010 | (tanpa judul) mbaaaaaaaaaaaaaaaaa vittttttttttttttaaaaaaaaaaaa ??? |
12 Oktober 2010 | foto2 ki gambar yang ke 2 syg |
12 Oktober 2010 | foto syg ki ms ge bljar editing foto...jgn marah ya...syg.....:) |
01 Oktober 2010 | (tanpa judul) smga km lekas smbh n kmbli krja.amin... |
27 September 2010 | (tanpa judul) halooo........... |
19 September 2010 | (tanpa judul) Fotone sp kiranti..menjeng men.. |
30 Agustus 2010 | Hehehe... Ana tp mbkn kwn tmbh pngn ngilengna trus hehehe... |
26 Agustus 2010 | (tanpa judul) |
16 Agustus 2010 | Makna Kemerdekaan di Bulan Suci Ramadhan Perayaan kemerdekaan tahun 2010 tentu lain dengan perayaan kemerdekaan tahun-... |
12 Agustus 2010 | Puasa Membuat Kami Makin Akrab Mengingat kenangan semasa kuliah di Yogyakarta adalah mengingat kembali akan... |
11 Agustus 2010 | Tuhan Mengundang Kita di Beranda Ramadhan Tuhan mengundang kita di beranda Ramadhan Ayo kita bersama-sama segera memenu... |
03 Agustus 2010 | jodoh takdirkah itu??? hal 2 Dalam hadis di atas, Nabi memberi kebebasan penuh pada gadis tersebut untuk m... |
03 Agustus 2010 | Jodoh Takdirkah itu??? jodoh, takdirkah?? http://syabab1924.blog.friendster.com/jodoh-takdirkah/ o... |
18 Juli 2010 | Karena kau tulang rusukku… loveKarena kau tulang rusukku… Sebuah senja yang sempurna, sepotong donat, d... |
08 Juli 2010 | hukum wali nikah WALI TIDAK MAU MENIKAHKAN, BOLEHKAH NIKAH DENGAN WALI HAKIM? Ditulis oleh Fa... |
29 Juni 2010 | Cerita Hak Sudah khitbah, mau nikah, terbentur ridha orangtua Posted on 5 Januari 2009 b... |
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel ini bagus banget untuk jadi bahan renungan setiap orang....
Apa pun status Anda saat ini.... menikah, cerai, belum menikah, ingin menikah, pacaran menuju pernikahan, dalam perselingkuhan, dan apa pun itu deh....
Segitiga Cinta
Ada banyak alasan orang untuk menikah. Ada yang bilang bahwa pasangannya enak diajak bicara. Ada yang bilang pasangannya sangat perhatian. Ada yang bilang merasa aman dekat dengan pasangannya. Ada yang bilang pasangannya macho atau sexy. Ada yang bilang pasangannya pandai melucu. Ada yang bilang pasangannya pandai memasak. Ada yang bilang pasangannya pandai menyenangkan orang tua. Pendek kata kebanyakan orang bilang dia COCOK dengan pasangannya.
Ada banyak alasan pula untuk bercerai. Ada yang bilang pasangannya judes, bila diajak bicara cenderung emosional. Ada yang bilang pasangannya sangat memperhatikan pekerjaannya saja, lupa kepada orang-orang di rumah yang setia menunggu. Ada yang bilang pasangannya sangat pendiam, tidak dapat bertindak cepat dalam situasi darurat, sehingga merasa kurang terlindungi.
Ada yang bilang pasangannya kurang menggairahkan.
Ada yang bilang pasangannya gak nyambung kalau bicara. Ada yang bilang masakan pasangannya terlalu asing atau terlalu manis. Ada yang bilang pasangannya tidak dapat mengambil hati mertuanya. Pendek kata kebanyakan orang bilang bahwa dia TIDAK COCOK LAGI dengan pasangannya.
Kebanyakan orang sebetulnya menikah dalam ketidakcocokan. Bukan dalam kecocokan. Dr. Paul Gunadi menyebut kecocokan-kecocokan diatas sebagai sebuah ilusi pernikahan. Dua orang yang pada waktu pacaran merasa cocok tidak akan serta merta berubah menjadi tidak cocok setelah mereka menikah.
Ada hal-hal yang hilang setelah mereka menikah, yang sebelumnya mereka pertahankan benar-benar selama pacaran. Sebagai contoh, pada waktu pacaran dua sejoli akan saling memperhatikan, saling mendahulukan satu dengan yang lain, saling menghargai, saling mencintai. Lalu apa yang dapat menjadi pengikat yang mampu terus mempertahankan sebuah pernikahan, bila kecocokan-kecocokan itu tidak ada lagi? Jawabannya adalah KOMITMEN.
Seorang kawan saya di Surabaya membuat sebuah penelitian, perilaku selingkuh kaum adam pada waktu mereka dinas luar kota dan jauh dari anak /isterinya. Apa yang membuat pria-pria tersebut selingkuh tidak perlu dijabarkan lagi. Tetapi apa yang membuat pria-pria tersebut bertahan untuk tidak selingkuh? Jawaban dari penelitian tersebut sama dengan diatas yaitu : KOMITMEN.
Hanya komitmen yang kuat mampu menahan gelombang godaan dunia modern pada waktu seorang pria berada jauh dari keluarganya.
Begitu pula sebaliknya, pada kasus wanita yang berselingkuh.
Komitmen adalah sebagian dari cinta dalam definisi seorang psikolog kenamaan bernama Sternberg. Dia menyebutnya sebagai "triangular love" atau segitiga cinta dimana ketiga sudutnya berisi : Intimacy (keintiman), Passion (gairah) dan Commitment (komitmen). Sebuah cinta yang lengkap dalam sebuah rumah tangga selayaknya memiliki ketiga hal diatas.
Intimacy atau keintiman adalah perasaan dekat, enak, nyaman, ada ikatan satu dengan yang lainnya.
Passion atau gairah adalah perasaan romantis, ketertarikan secara fisik dan seksual dan berbagai macam perasaan hangat antar pasangan.
Commitment atau komitmen adalah sebuat keputusan final bahwa seseorang akan mencintai pasangannya dan akan terus memelihara cinta tersebut "until death do us apart".
Itulah segitiga cinta karya Sternberg yang cukup masuk akal untuk dipelihara dalam kehidupan rumah tangga. Bila sebuah relasi kehilangan salah satu atau lebih dari 3 unsur diatas, maka relasi itu tidak dapat dikatakan sebagai cinta yang lengkap dalam konteks hubungan suami dan isteri, melainkan akan menjadi bentuk-bentuk cinta yang berbeda.
Sebagai contoh :
Bila sebuah relasi hanya berisi intimacy dan commitment saja, maka relasi seperti ini biasa disebut sebagai persahabatan.
Bila sebuah relasi hanya bersisi passion dan intimacy saja tanpa commitment, maka ia biasa disebut sebagai kumpul kebo.
Bila sebuah relasi hanya mengandung passion saja tanpa intimacy dan commitment, maka ia biasa disebut sebagai infatuation (tergila-gila) .
Nah, bagaimana bentuk cinta anda... ???
========================================================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi. Yogyakarta: Idea Press. Volume 1. Hal. 204-206. ISBN 978-6028-686-938.
Apa pun status Anda saat ini.... menikah, cerai, belum menikah, ingin menikah, pacaran menuju pernikahan, dalam perselingkuhan, dan apa pun itu deh....
Segitiga Cinta
Ada banyak alasan orang untuk menikah. Ada yang bilang bahwa pasangannya enak diajak bicara. Ada yang bilang pasangannya sangat perhatian. Ada yang bilang merasa aman dekat dengan pasangannya. Ada yang bilang pasangannya macho atau sexy. Ada yang bilang pasangannya pandai melucu. Ada yang bilang pasangannya pandai memasak. Ada yang bilang pasangannya pandai menyenangkan orang tua. Pendek kata kebanyakan orang bilang dia COCOK dengan pasangannya.
Ada banyak alasan pula untuk bercerai. Ada yang bilang pasangannya judes, bila diajak bicara cenderung emosional. Ada yang bilang pasangannya sangat memperhatikan pekerjaannya saja, lupa kepada orang-orang di rumah yang setia menunggu. Ada yang bilang pasangannya sangat pendiam, tidak dapat bertindak cepat dalam situasi darurat, sehingga merasa kurang terlindungi.
Ada yang bilang pasangannya kurang menggairahkan.
Ada yang bilang pasangannya gak nyambung kalau bicara. Ada yang bilang masakan pasangannya terlalu asing atau terlalu manis. Ada yang bilang pasangannya tidak dapat mengambil hati mertuanya. Pendek kata kebanyakan orang bilang bahwa dia TIDAK COCOK LAGI dengan pasangannya.
Kebanyakan orang sebetulnya menikah dalam ketidakcocokan. Bukan dalam kecocokan. Dr. Paul Gunadi menyebut kecocokan-kecocokan diatas sebagai sebuah ilusi pernikahan. Dua orang yang pada waktu pacaran merasa cocok tidak akan serta merta berubah menjadi tidak cocok setelah mereka menikah.
Ada hal-hal yang hilang setelah mereka menikah, yang sebelumnya mereka pertahankan benar-benar selama pacaran. Sebagai contoh, pada waktu pacaran dua sejoli akan saling memperhatikan, saling mendahulukan satu dengan yang lain, saling menghargai, saling mencintai. Lalu apa yang dapat menjadi pengikat yang mampu terus mempertahankan sebuah pernikahan, bila kecocokan-kecocokan itu tidak ada lagi? Jawabannya adalah KOMITMEN.
Seorang kawan saya di Surabaya membuat sebuah penelitian, perilaku selingkuh kaum adam pada waktu mereka dinas luar kota dan jauh dari anak /isterinya. Apa yang membuat pria-pria tersebut selingkuh tidak perlu dijabarkan lagi. Tetapi apa yang membuat pria-pria tersebut bertahan untuk tidak selingkuh? Jawaban dari penelitian tersebut sama dengan diatas yaitu : KOMITMEN.
Hanya komitmen yang kuat mampu menahan gelombang godaan dunia modern pada waktu seorang pria berada jauh dari keluarganya.
Begitu pula sebaliknya, pada kasus wanita yang berselingkuh.
Komitmen adalah sebagian dari cinta dalam definisi seorang psikolog kenamaan bernama Sternberg. Dia menyebutnya sebagai "triangular love" atau segitiga cinta dimana ketiga sudutnya berisi : Intimacy (keintiman), Passion (gairah) dan Commitment (komitmen). Sebuah cinta yang lengkap dalam sebuah rumah tangga selayaknya memiliki ketiga hal diatas.
Intimacy atau keintiman adalah perasaan dekat, enak, nyaman, ada ikatan satu dengan yang lainnya.
Passion atau gairah adalah perasaan romantis, ketertarikan secara fisik dan seksual dan berbagai macam perasaan hangat antar pasangan.
Commitment atau komitmen adalah sebuat keputusan final bahwa seseorang akan mencintai pasangannya dan akan terus memelihara cinta tersebut "until death do us apart".
Itulah segitiga cinta karya Sternberg yang cukup masuk akal untuk dipelihara dalam kehidupan rumah tangga. Bila sebuah relasi kehilangan salah satu atau lebih dari 3 unsur diatas, maka relasi itu tidak dapat dikatakan sebagai cinta yang lengkap dalam konteks hubungan suami dan isteri, melainkan akan menjadi bentuk-bentuk cinta yang berbeda.
Sebagai contoh :
Bila sebuah relasi hanya berisi intimacy dan commitment saja, maka relasi seperti ini biasa disebut sebagai persahabatan.
Bila sebuah relasi hanya bersisi passion dan intimacy saja tanpa commitment, maka ia biasa disebut sebagai kumpul kebo.
Bila sebuah relasi hanya mengandung passion saja tanpa intimacy dan commitment, maka ia biasa disebut sebagai infatuation (tergila-gila) .
Nah, bagaimana bentuk cinta anda... ???
========================================================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi. Yogyakarta: Idea Press. Volume 1. Hal. 204-206. ISBN 978-6028-686-938.
Langganan:
Postingan (Atom)